3 + 5 = Misool
Teks: Ricky Surya Virgana
UW Photo: Ricky Surya Virgana, Fiore, Alexandre Tan
Landscape Photo: Ricky Surya Virgana
Drone Photo: Dimas Cungkring, Astrid Caesaria Isabella
Suatu hari seorang teman dekat saya pernah bercerita bahwa dia jatuh hati dengan sebuah destinasi selam di Timur Indonesia. Di sana kaya akan kerapatan coral, seafan, serta beragam ikan mulai dari grouper, napoleon, bumphead parrot fish, shark sampai white manta. Dan nama tempat itu adalah Misool, sebuah kepulauan yang berada di selatan Raja Ampat, Papua.
Misool mempunyai arti tersendiri, terlepas dari cerita teman saya tentang indahnya alam bawah laut Misool, buat saya pribadi nama Misool sangat musikal. Kenapa musikal? Karena dua nada (mi dan sol) yang terdapat pada tangga nada diatonis ada pada nama Misool, membuat saya berkata dalam diri bahwa suatu hari nanti saya akan pergi ke Misool, sebuah tempat dengan nama yang sangat musikal.
Perjalanan pun dimulai. Saya tiba di Bandara Domine Eduard Osok, Sorong, pukul tujuh pagi Waktu Indonesia Timur (WIT). Kedatangan saya disambut oleh Bapak Fabian, sosok yang sangat ramah dan sudah saya kenal semenjak beberapa tahun lalu di Labuan Bajo. Untuk perjalanan kali ini saya menggunakan jasa dari TRIPinc, trip leader yang berasal dari Bali dengan mengunakan kapal Phinisi Blue Dragon. Kapal ini jugalah yang pernah saya gunakan enam tahun lalu ketika pertama kali mengelilingi kepulauan Komodo dan mencoba discovery dive di sana.

Kapal Phinisi Blue Dragon.
Saya tiba paling awal di kapal dan berbincang-bincang bersama Patrice, seorang room boy asal Papua yang juga seorang diver dengan sertifikasi rescue, lantas saya bertanya, “Patrice, spot menyelam favorit kamu di Misool apa?”. Ia menjawab dengan logat Indonesia Timur-nya yang sangat musikal dan saya pun bagai mendengarkan orang bernyanyi, “Karang Bayangan, Bapak, sangat indah sekali!”.
Melintasi Laut Timur Jauh
Setelah rombongan lengkap, kapal kami berlayar menuju Misool. Sekilas saya teringat sebuah potongan lirik lagu dari teman saya Ramondo Gascaro, nadanya begitu terngiang di kepala: “Dan kita kan pergi berlayar menyebrangi samudera/ Lepas tak bertepi panorama…/ Melintasi laut timur jauh”. Ya, saya akan pergi berlayar menuju laut timur yang jauh, dimana saya akan menemukan kesederhanaan dan senyum indah dari alam semesta.
Setelah berlayar kurang lebih 13 jam, sampailah kami di Pulau Daram untuk melakukan penyelaman pertama. Kami turun di titik selam bernama Warna Berwarna, yang memiliki kontur slope dan mini wall serta penuh dengan seafan yang sangat besar dan berwarna-warni. Terdapat pula kumpulan ikan grouper yang tampak sedang bermalas-malasan di area cleaning station. Tampaknya nama yang tersirat di titik penyelaman ini benar seperti adanya: Warna Berwarna sangat penuh dengan warna.

Titik penyelaman Warna Berwarna.
Titik penyelaman berikutnya adalah Andiamo. Spot ini tak jauh berbeda dengan Warna Berwarna yang didominasi oleh seafan besar, namun di sini kami menemukan schooling barracuda dan giant trevally. Pada penyelaman dimalam hari banyak sekali terlihat lobster dan organisme mikro seperti nudibranch. Namun, yang menjadi highlight pada malam itu adalah kemunculan seekor bamboo shark dan walking shark.

Brownbanded bamboo shark yang muncul saat penyelaman malam.
Di hari kedua kami memulai penyelaman di spot favorit Patrice, yaitu Karang Bayangan yang terletak di Pulau Warakraket. Tempat ini dipenuhi oleh soft coral dan seafan berukuran sangat besar. Air sangat jernih dengan visibility mencapai 30 meter. Baru saja saya dan teman-teman turun ke dalam air dan kami sudah disambut oleh schooling giant trevally. Sambil menikmati indahnya panorama titik penyelaman Karang Bayangan, kami tiba-tiba mendapat “serangan” lagi dari schooling ikan yellow tail snapper. Belum tuntas rasa histeria akan momen tersebut, kembali saya dikejutkan oleh schooling chevron barracuda yang bercampur masuk ke dalam kawanan yellow tail snapper yang akhirnya berlalu.


“Serangan” schooling Yellow Tail Snapper.
Tak terasa, jarum indicator menunjukan bahwa sisa nitrogen di tangki saya hanya tinggal sekitar 50 bar. Sudah tiba saatnya untuk mengambil safety stop selama 3 menit di kedalaman 5 meter. Dan tanpa diduga-duga, di kejauhan terlihat seekor manta ray putih berukuran besar sedang melayang dengan indahnya menuju ke arah saya!

White Manta yang saya jumpai saat safety stop.
Selesai menyelam di Karang Bayangan, kami lanjut bergerak ke Boo Window yang pasti akan membuat para penyelam terkesima. Begitu turun ke kedalaman, saya melihat sebuah formasi batuan karst di dalam laut yang membentuk lubang seperti layaknya jendela, penuh dengan soft coral dan seafan yang berwarna-warni. Dan saat pandangan kita melihat ke arah laut lepas, maka akan terlihat beberapa ekor hiu white tip sedang melintas.

Titik penyelaman Boo Window.
“Northern Sky”
Sepertinya kurang lengkap jika kita berkunjung ke Misool hanya untuk menikmati dunia bawah lautnya saja. Siang itu saya dan rombongan pun berangkat menuju Balbulol, sebuah tempat di mana bebatuan karst besar menjulang setinggi puluhan meter menembus jernihnya permukaan air laut yang berwarna hijau muda dan kebiruan. Tempat ini sangat cocok untuk bersantai setelah melakukan penyelaman.

Balbulol, tempat yang sangat cocok untuk bersantai setelah penyelaman.
Selain Balbulol, kami mengunjungi satu tempat lagi yang tak kalah indahnya yaitu puncak Dafalen. Untuk bisa mencapai puncak Dafalen sedikit dibutuhkan tenaga ekstra, kita perlu melakukan trekking menanjak selama 20 menit melewati medan yang curam. Namun sesampainya di atas, hilang sudah semua rasa lelah, tergantikan dengan senyum menikmati suasana dari puncak Dafalen, dengan langit berwarna biru yang mengingatkan saya akan lagu Nick Drake yang berjudul “Northern Sky”.

Menikmati panorama langit biru di Puncak Dafalen.
Misool memang menyimpan sejuta keindahan yang sulit dilukiskan dengan kata-kata. Bahkan beberapa momen yang saya dan teman-teman abadikan dengan kamera masih jauh dari keindahan Misool yang sesungguhnya. Suatu hari saya pasti akan kembali. Potongan lagu “Northern Sky” dari Nick Drake pun mengantar perjalanan saya kembali ke rumah, ”I never felt magic crazy as this/ I never saw moons knew the meaning of the sea/ I never held emotion in the palm of my hand or sweet breezes in the top of a tree/ But now you’re here/ Brighten my northern sky”.