Saat Lautan Menjadi Panas dan “Gersang”
Alam bawah laut menyimpan berjuta ragam keindahan hayati. Mulai dari gugusan terumbu karang, gerombolan ikan, sampai berbagai jenis “mahluk aneh” lain yang tinggal di bawah sana, semuanya memancarkan pesona warna-warni kehidupan yang begitu ajaib nan memikat. Anda yang hobi diving, snorkeling, atau setidaknya pernah menonton acara televisi tentang kehidupan bawah laut pasti tahu itu.
Tapi sayangnya, kini kita dipaksa menerima informasi yang tidak mengenakkan: bahwa segala keindahan alam itu sedang beranjak rusak. Populasi terumbu karang dunia yang dulu penuh warna kini telah banyak yang memutih dan sekarat, bahkan mati mendadak. Ibarat lahan subur yang berubah menjadi tandus dan gersang, demikian jugalah kondisi alam bawah laut kita sekarang.
Kenyataan pahit itulah yang tersaji secara apik dan menarik dalam film Chasing Coral (2017) karya Jeff Orlowski. Lewat tayangan dokumenter berdurasi 90 menit ini, Orlowski mengajak kita untuk menyaksikan langsung fenomena coral bleaching yang tengah mengancam ekosistem perairan global.

Sederhananya, coral bleaching adalah fenomena perubahan warna pada terumbu karang, dari yang sebelumnya berwarna hijau atau coklat menjadi putih pudar. Fenomena ini dipicu oleh perubahan suhu laut secara mendadak, yang pada akhirnya bisa mengakibatkan kematian karang. Menurut Profesor Ove Hoegh-Guldberg, ahli biologi kelautan dari University of Queensland, karang dari genus Porites yang mampu hidup lebih dari 1.000 tahun dan kuat bertahan dari badai sekalipun bisa mengalami kematian massal karena coral bleaching.
Kenyataan itu pula yang ditemukan Jeff Orlowski dan timnya sepanjang proses pembuatan Chasing Coral. “Dua puluh sembilan persen karang di Great Barrier Reef memutih dan mati massal hanya dalam waktu setahun, dan itu terjadi karena laut berubah menjadi panas. Ini adalah alarm untuk kita semua,” ujar Orlowski dalam sebuah wawancara di media internasional.

Jeff Orlowski, sang sutradara, adalah seorang diver dan filmmaker berkebangsaan Amerika Serikat. Meski memiliki gelar akademis sebagai antropolog, dalam kariernya Orlowski justru banyak mendapat reputasi sebagai penggiat isu lingkungan hidup.
Karya yang pertama kali melambungkan namanya adalah Chasing Ice (2012), sebuah film tentang kerusakan gletser di Kutub Utara. Film ini kerap disebut-sebut sebagai “bukti visual yang tak terbantahkan” atas fenomena pemanasan global. Karena alasan itu pula, Chasing Ice kemudian dinobatkan sebagai film dokumenter lingkungan terbaik oleh International Press Academy pada tahun 2012.
Di tahun 2017 ini karya Orlowski sebenarnya masih mengangkat isu yang sama, hanya saja pendekatannya dirumuskan secara berbeda. Dalam Chasing Coral ia menyajikan data visual yang mendukung tesis bahwa pemanasan global itu nyata adanya. Dampak destruktifnya bukan hanya terlihat dari kehancuran gletser Kutub Utara, tapi juga berimbas pada kematian fauna yang tersembunyi di bawah lautan tropis. Tanpa bertendensi untuk melebih-lebihkan, inilah kisah tragedi lingkungan hidup yang.sedang terjadi di planet kita sekarang.

Dalam mengumpulkan data-data visualnya, Orlowski dibantu tim lapangan yang terdiri dari peneliti biologi kelautan, professional divers, serta engineer yang bertugas merancang kamera khusus untuk pengambilan gambar underwater. Dengan komposisi tim seperti ini, Orlowski pun akhirnya berhasil mengambil gambar timelapse ratusan jam dari dasar laut dan mencatat segala perubahan yang terjadi di bawah sana.
Seperti apa hasilnya? Anda bisa tonton langsung Chasing Coral di www.netflix.com.
(Foto: www.chasingcoral.com)