Di Luar Batas Mata
Saat menyelami laut, sesungguhnya kita sedang menyelam di tengah “hutan yang tak kasat mata”. Miliaran tumbuhan dan hewan mikroskopik hidup di bawah sana, berenang-renang dan melayang di sekitar kita.
Meski tak tercerap mata telanjang, diam-diam mereka memegang peranan penting dalam rantai makanan dunia. Karena itu seorang oseanografer asal Amerika, Paul Falkowski, menyebut laut sebagai “invisible forest”.
Mengenal Penghuni “Invisible Forest”
Penghuni “invisible forest” itu adalah plankton. Organisme berukuran mikro yang menjadi tumpuan utama bagi kehidupan bawah air.
Lautan dihuni oleh populasi plankton yang jumlahnya sangat besar. Menurut catatan Anugerah Nontji, peneliti dari Pusat Oseanografi LIPI, dalam 1 liter air laut saja bisa terdapat ribuan hingga jutaan plankton dari berbagai spesies. Entah itu fitoplankton yang memiliki karakter seperti tumbuhan, ataupun zooplankton yang berkarakter mirip seperti hewan.
Plankton hidup di berbagai wilayah laut seperti muara sungai, tepi pantai, sampai ke tengah samudera. Mahluk ini juga bisa hidup baik di perairan tropis maupun perairan kutub yang sangat dingin, mulai dari permukaan sampai kedalaman sekitar 150 meter.
Meski persebarannya sangat luas sebenarnya plankton tidak bisa bermigrasi dengan bebas. Karena ukurannya yang sangat kecil itu, plankton hanya bisa melayang dan mengapung di dalam laut, mengikuti kemanapun arus membawa mereka.

Berbagai jenis fitoplankton laut.
(Anugerah Nontji, Hutan Yang Tak Tampak, Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, 2017)
Mewarnai Laut Hitam
Tapi jangan salah. Biarpun berukuran renik, yakni di kisaran seperseribu millimeter, ternyata plankton dapat tumbuh dan berkembang biak dengan masif hingga mengubah warna air laut.
Buktinya bisa kita lihat dari peristiwa yang terjadi baru-baru ini di Laut Hitam. Seperti namanya, sejak dulu Laut Hitam memang memiliki perairan yang berwarna gelap. Namun pada bulan Juni 2017 lalu, satelit NASA menangkap gambar bahwa warna laut tersebut berubah menjadi biru terang.
Mengutip dari The Guardian, Ahmet Cemal Saydam, profesor ilmu lingkungan dari Hacettepe University mengungkapkan bahwa perubahan warna Laut Hitam disebabkan oleh lonjakan populasi fitoplankton jenis Emiliania huxleyi. Ia juga menilai fenomena ini sebagai kabar baik, karena pertumbuhan fitoplankton akan membantu peningkatan populasi ikan teri, dan dengan begitu menambah pasokan pangan di wilayah sekitarnya.


Perubahan warna air Laut Hitam karena ledakan populasi fitoplankton.
(Foto: NASA/MODIS)
Ujung Pangkal Rantai Makanan
Mengubah warna laut adalah satu prestasi. Tapi sesungguhnya peranan plankton jauh lebih vital dari itu. Jika dilihat dalam skala lebih besar lagi, mereka adalah sumber energi primer bagi kehidupan bawah air.
Semua berawal dari kemampuan fitoplankton untuk berfotosintesis. Pertama, fitoplankton menghasilkan makanannya secara mandiri hanya dengan menyerap sinar matahari. Kemudian ia dimakan oleh zooplankton, zooplankton dimakan oleh ikan kecil, ikan kecil dimakan oleh ikan lebih besar, dan seterusnya, dan seterusnya, hingga ikan besar dimakan manusia.
Energi yang diproduksi fitoplankton terus mengalir kepada organisme lebih besar lewat mekanisme predasi atau pemangsaan. Artinya, secara langsung ataupun tidak langsung, seluruh hewan laut seperti ikan, udang, cumi-cumi, gurita, hiu, sampai mamalia besar seperti paus, semuanya bertumpu pada keberadaan “mahluk tak kasat mata” ini.
Selain menopang rantai makanan, fitoplankton mampu memproduksi oksigen yang dibutuhkan satwa laut untuk bernafas. Bahkan menurut berbagai riset terbaru, organisme renik ini juga diketahui mampu mengikat gas karbondioksida (CO2) dari atmosfer, ikut ambil bagian dalam mengendalikan global warming, dan dengan demikian membantu menstabilkan suhu laut.
Singkatnya plankton menjadi pondasi yang memungkinkan kehidupan laut terus tumbuh dan berkembang. Berkat plankton jugalah kini para diver bisa menikmati indahnya padang lamun, koral dan berbagai jenis ikan terumbu. Inilah keajaiban hayati yang perlu kita hormati, jaga dan lestarikan bersama-sama.
Happy explore and dive safe!
(Foto: www.commons.wikimedia.org)