Invasi “Mahkota Berduri”
Terumbu karang adalah pondasi penting bagi kehidupan laut. Ia laksana rumah, tempat berlindung sekaligus sumber nutrisi bagi banyak mahluk hidup. Ia jugalah sumber keindahan yang membuat para diver mabuk kepayang dan jatuh cinta pada dunia bawah air.
Tapi sayangnya, kini terumbu karang berada dalam kondisi yang sangat rentan. Selain rawan terbunuh oleh fenomena coral bleaching, regenerasi koral di sejumlah daerah juga terancam gagal karena invasi Acanthaster planci.
Mengenal Si “Mahkota Berduri”
Acanthaster planci masih satu keluarga dengan bintang laut. Tapi berbeda dengan saudara-saudarinya yang ramah dan rupawan, bintang laut yang satu ini memiliki tubuh yang penuh duri dan racun. Itulah alasan kenapa ia dijuluki “crown of thorns”, “bulu seribu” atau “bintang laut mahkota duri”.
Duri-duri A. planci cukup panjang dan tajam untuk menembus wetsuit standar penyelam. Racunnya juga termasuk golongan neurotoksin yang berbahaya. Bagi hewan laut kecil efeknya bisa mematikan. Sedangkan untuk manusia, efeknya bisa menyebabkan rasa nyeri, mual, hingga muntah-muntah.
Sekalipun terlihat paling mengancam, tapi sebenarnya bagian paling berbahaya dari A. planci bukanlah duri, melainkan enzim pencernaannya. Saat lapar, si “mahkota duri” akan mengeluarkan cairan yang mampu melunakkan jaringan koral menjadi semacam bubur. “Bubur koral” inilah yang kemudian ia santap dan sedot habis, hingga akhirnya menyisakan kerangka karang yang mati.
Menurut catatan Imam Bachtiar, doktor bidang Coastal Resources Management sekaligus pengajar di Universitas Mataram, dalam kondisi normal pemangsaan koral sebenarnya berdampak positif untuk ekologi. Dengan menyedot habis sebagian karang, “mahkota berduri” berjasa memberi ruang hidup baru bagi jaringan koral lain yang pertumbuhannya lambat.
Hanya saja, saat populasi A. planci membengkak, yang terjadi adalah hal sebaliknya. Bergugus-gugus koral bisa rusak dan habis dimangsa sebelum sempat melakukan regenerasi.

(A. planchi memangsa koral)
Gerombolan “Mahkota Berduri” Yang Lapar
Tahun 2012 lalu Australian Institute of Marine Science (AIMS) melaporkan bahwa 42% kerusakan karang di Great Barrier Reef terjadi karena pembengkakan populasi A. planci. Dan bukan hanya Australia, fenomena serupa juga ditemukan di berbagai wilayah lain seperti Jepang, Palau, Guam, Vanuatu, Papua, Vietnam, sampai ke Indonesia.
Menurut Imam Bachtiar, di Indonesia sendiri kehadiran “mahkota berduri” telah dilaporkan sejak tahun 1970-an dalam seminar-seminar dan berbagai publikasi ilmiah. Namun, fenomena peledakan populasi A. planchi baru pertama diketahui pada tahun 1996 di Kepulauan Banggai, Sulawesi Tengah. Pada tahun itu juga, muncul laporan tentang serangan “mahkota berduri” yang menghabiskan hampir seluruh karang di Pulau Menjangan (Taman Nasional Bali Barat), dan Pantai Bama (Taman Nasional Baluran).
Sampai sekarang penyebab dari peledakan populasi A. planci masih jadi perdebatan. Tapi di antara sekian banyak prediksi, ada dua teori yang banyak didukung para marine biologist.
Pertama, peledakan populasi A. planchi terjadi karena predator mereka menyusut. Kedua, maraknya pembangunan kawasan pesisir dan pembuangan limbah ke laut telah memasok banyak fitoplankton dan bakteri yang membantu pertumbuhan “bayi-bayi” mereka.

(Arothron hispidus, salah satu predator utama A. planchi yang populasinya diperkirakan telah menyusut)
Mengendalikan Populasi “Mahkota Berduri”
Menurut CRC Reef Research Centre, upaya penyelamatan terumbu karang dari invasi A. planchi pertama-tama bisa dilakukan dengan mengurangi suplai makanan untuk “bayi-bayi” mereka. Entah dengan membatasi pasokan limbah ke laut maupun melakukan reboisasi di daratan. Di samping itu, individu dewasanya juga harus dibunuh satu persatu agar tidak menetaskan larva baru.
Yang menarik, sekelompok ilmuwan dari Queensland University of Technology menciptakan teknologi robotik khusus untuk mengendalikan populasi “mahkota berduri”. Robot serupa kapal selam yang diberi nama COTsbot ini bisa melacak keberadaan A. planchi dan menyuntik mati mereka secara otomatis. Aksinya bisa Anda lihat langsung di tautan berikut:
(Video: Youtube/TheQUTube)
Di Indonesia sendiri, teknologi seperti itu memang belum ada. Tapi bukan berarti kepedulian terhadap masalah A. planchi nihil sama sekali.
Kepedulian itu salah satunya ditunjukkan oleh Loka Kawasan Konservasi Perairan Nasional (LKKPN) Pekanbaru. Tanggal 22 Agustus 2017 kemarin, mereka bersama sejumlah penyelam relawan baru saja menggelar “Aksi Bersama Pengendalian Populasi A. planchi” di Pulau Pieh, Sumatera Barat. Dalam kesempatan tersebut, sebanyak 745 ekor “mahkota berduri” berhasil diangkat dari bawah laut dengan metode manual.
Namun demikian, aksi itu dinilai belum cukup efektif. Menurut LKKP Pekanbaru populasi “mahkota berduri” di kawasan Pulau Pieh sudah mencapai ribuan ekor dan menjadi ancaman besar bagi ekosistem lautnya. Karena itu, mereka akan menggelar aksi serupa selama beberapa kali lagi hingga bulan Oktober 2017.
Tertarik untuk ikut? Silakan telusuri infonya lebih lanjut di https://lkkpnpekanbaru.kkp.go.id/twp-pieh-call-for-divers
(Foto: https://commons.wikimedia.org)