Kendala Keberlanjutan Usaha Wisata Selam Indonesia

    Ilustrasi: Pekerja dive center makan siang sembari menunggu wisatawan selam. (Foto: Arief Yudo Wibowo)

     

    Kendala Keberlanjutan Usaha Wisata Selam Indonesia

    Oleh: Abi Carnadie

     

    Jakarta, 30 September 2021 – Indonesia adalah negara kepulauan dengan potensi wisata bahari yang sangat besar. Indonesia bahkan memiliki beberapa destinasi selam kelas dunia yang sangat diminati wisatawan mancanegara.

    Tapi sayangnya, hanya sebagian kecil masyarakat Indonesia yang melakukan aktivitas wisata bahari, apalagi wisata selam yang jumlah peminatnya jauh lebih sedikit. Hal ini membuat usaha wisata selam Indonesia jadi sangat bergantung pada keberadaan wisatawan mancanegara.

    Dalam beberapa tahun ke belakang wisatawan mancanegara memang memberi kontribusi signifikan bagi pertumbuhan industri wisata selam kita. Tapi sekarang, setelah pandemi Covid-19 melanda dunia dan pintu masuk wisatawan internasional ditutup, industri wisata selam Indonesia mengalami kerugian sangat besar, kehilangan target pasar utama, serta terancam keberlanjutannya.

     

    Pertumbuhan Wisatawan Selam Nusantara Sangat Rendah

    Pada prinsipnya, keberlanjutan usaha wisata selam di destinasi-destinasi selam Indonesia sangat dipengaruhi oleh penambahan jumlah penyelam baru. Tapi yang menjadi masalah, selama pandemi ini tidak ada lagi penyelam baru dari pasar mancanegara.

    Sekarang pelaku usaha wisata selam Indonesia tidak punya pilihan selain mencoba mengandalkan penambahan penyelam dari pasar nusantara. Sayangnya, tingkat penambahan penyelam domestik masih sangat rendah sehingga tidak mampu memberi profit bagi pelaku usaha wisata selam, bahkan tidak cukup untuk sekadar menjaga agar roda usahanya tetap berjalan.

    Sesungguhnya pelaku usaha wisata selam berharap banyak pada Jakarta, sebagai kota dengan jumlah wisatawan nusantara terbesar sekaligus lumbung penyelam Indonesia. Sebagian besar penyelam di Jakarta juga merupakan wisatawan reguler yang biasa menyelam ke berbagai destinasi selam di Indonesia dan bahkan sampai ke luar negeri.

    Namun, dengan adanya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di tahun 2020 dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di tahun 2021, pertumbuhan penyelam mengalami kondisi minus. Kebijakan-kebijakan tersebut sangat berpengaruh pada terhentinya kegiatan kursus selam, dan telah mengurangi jumlah perjalanan wisatawan selam nusantara secara nyata.

    Saya sudah mencoba mengumpulkan dan menghitung jumlah sertifikasi selam tingkat pemula yang dikeluarkan tiga agensi selam internasional pada tahun 2019 dan 2020. Berdasarkan pengalaman saya, umumnya penyelam dari tiga agensi itulah yang paling aktif berwisata ke destinasi-destinasi selam Indonesia. Tapi nahas, pada tahun 2020 pertumbuhan penyelam dari ketiga agensi itu berada di level minus 56% dibanding tahun sebelumnya.

    Jumlah tersebut memang bukan angka pasti. Tapi, saya rasa itu cukup menggambarkan bagaimana krisis pertumbuhan penyelam yang sedang terjadi sekarang akibat pandemi, dan sangat mengancam keberlanjutan usaha wisata selam Indonesia.

    Selama pandemi, pelaku usaha wisata selam sudah melakukan inovasi dan dan berbagai upaya ekstra agar kursus selam bisa tetap terlaksana dengan menerapkan protokol kesehatan. Contohnya, kursus selam dilakukan dengan jumlah peserta terbatas sesuai standar rasio jumlah instruktur dengan peserta. Proses belajar teori selam dilakukan secara online dengan metode e-learning. Sesi tatap muka dengan instruktur dikurangi, sehingga hanya perlu dilakukan saat latihan keterampilan selam di kolam renang dan perairan terbuka.

    Dalam latihan-latihan tersebut, instruktur dan peserta kursus juga menggunakan alat Self-Contained Underwater Breathing Apparatus (SCUBA) yang fungsinya sama seperti Alat Pelindung Diri (APD), yakni dapat mencegah transmisi virus melalui droplet.

    Tapi apa daya, segala upaya pelaksanaan kursus selam itu masih terhambat sampai sekarang. Masalahnya, Kepulauan Seribu yang menjadi lokasi utama latihan selam masih ditutup untuk semua kegiatan wisata. Panduan Cleanliness, Health, Safety, and Environmental Sustainability (CHSE) Usaha Wisata Selam yang sudah dirilis sejak Agustus 2020 juga seolah belum cukup meyakinkan pemerintah bahwa aktivitas wisata selam bisa tetap dilakukan dengan meminimalkan risiko transmisi virus. Padahal, ide pembuatan Panduan CHSE itu datang dari pihak pemerintah sendiri.

    Selain masalah minimnya penyelam baru dan penutupan destinasi selam lokal, tingkat ‘drop out’ atau ‘berhenti menyelam’ di kalangan penyelam rekreasi Indonesia juga cukup tinggi, bahkan mungkin mencapai sekitar 50% dari total jumlah penyelam yang ada sekarang.

    Drop out diver’ itu bisa terjadi karena berbagai alasan, di antaranya: hanya mengambil sertifikat selam untuk mendapat status sosial sebagai diver, sehingga tidak ada niat atau rencana untuk melakukan perjalanan lanjutan ke destinasi-destinasi selam; merasa cukup mengunjungi destinasi selam satu kali saja, dan setelah mengunjungi semua destinasi ia berhenti menyelam; tidak ada budget; berhenti karena alasan keluarga; dan lain-lain.

    Berbagai masalah yang dipaparkan di atas menunjukkan betapa banyaknya tantangan dalam mengelola wisatawan selam nusantara. Namun, mau-tidak mau, tantangan itulah yang harus dihadapi sekarang demi menyelamatkan keberlanjutan wisata selam Indonesia.

     

    Berita Terkait: Hadapi Pandemi, PADI dan SSI Dorong Indonesia Garap Pasar Selam Domestik

     

    Harus Ada Program Regenerasi Penyelam Nusantara

    Oxford Economics memperkirakan perjalanan wisata internasional baru akan pulih dalam beberapa tahun mendatang. Mereka juga memprediksi bahwa sampai tahun 2024, wisata internasional tidak akan mampu mencapai tingkat pertumbuhan yang sama seperti tahun-tahun sebelum pandemi. Artinya, dalam beberapa tahun ke depan pelaku usaha wisata selam Indonesia hanya bisa bergantung pada wisatawan nusantara.

    Tanpa adanya penambahan signifikan wisatawan selam nusantara yang berkualitas, dapat diperkirakan akan banyak usaha wisata selam di destinasi yang gulung tikar. Dan jika hal ini terjadi, Indonesia akan semakin tertinggal dalam persaingan dengan negara-negara lain, terutama negara tetangga seperti Thailand, Malaysia, dan Filipina yang destinasi selamnya juga banyak diminati wisatawan internasional.

    Keyakinan bahwa industri wisata selam Indonesia akan baik-baik saja setelah pandemi usai hanyalah angan-angan belaka. Kenyataannya, sekarang ini harus ada perhatian dan upaya serius untuk memastikan supaya regenerasi penyelam nusantara terus berjalan dan tumbuh secara positif, baik itu di Jakarta ataupun di kota-kota lainnya.

    Mengupayakan regenerasi penyelam nusantara adalah langkah pertolongan pertama untuk memastikan keberlanjutan industri wisata selam, sekaligus untuk menjaga denyut kehidupan di berbagai destinasi selam Indonesia.

     

    Editor: Adi Ahdiat

    <span class="icon-user"></span>

    Adi Ahdiat

    Facebook comments

    Website comments