Lola Amaria: Butuh Keberanian Lebih Untuk Menyelam di Komodo
Tanggal 18 – 19 Agustus 2017 lalu, Lola Amaria Production baru saja mengadakan acara Cinema on the Beach di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur. Acara berkonsep pesta rakyat ini dimeriahkan oleh berbagai atraksi mulai dari aksi bersih-bersih lingkungan, festival kuliner, pertunjukkan musik, pagelaran tari dan budaya lokal, serta berbagai games dan kuis interaktif.
Sebagai puncaknya, Cinema on the Beach menggelar pemutaran film Labuan Hati (2017) yang dipersembahkan secara spesial untuk masyarakat Labuan Bajo.
Beruntung, Scuba Diver AustralAsia Indonesian Edition berkesempatan menghadiri gelaran tersebut dan mendapat sesi wawancara eksklusif dengan Lola Amaria. Dalam obrolan santai, sang produser film Labuan Hati sekaligus penggagas acara Cinema on the Beach ini bercerita banyak mulai dari opininya tentang Labuan Bajo, sampai rencana proyek filmnya yang akan datang.
Ini adalah kali pertama Cinema on the Beach digelar di Labuan Bajo. Apa tujuan acara ini?
Ini adalah persembahan tim Labuan Hati untuk masyarakat Labuan Bajo. Shooting filmnya kan diambil di Labuan Bajo, sepanjang prosesnya warga lokal juga banyak membantu. Jadi sebenarnya mereka ikut memiliki film ini juga.
Orang-orang Labuan Bajo tuh pengen banget nonton hasil filmnya. Tapi karena di sini (Labuan Bajo) nggak ada bioskop, akhirnya kami terpikir membuat pemutaran film untuk mereka. Kebetulan rencana ini juga pas sama hari kemerdekaan, jadinya sekalian kita gabung sama acara pesta rakyat.
Di hari pertama acara itu ada sekitar 3.000-an pengunjung. Di hari kedua juga pengunjungnya sampai ribuan, kebanyakan dari warga lokal. Jadi ini memang acara buat masyarakat Labuan Bajo. Kalau ada pengunjung wisatawan asing, ya itu bonus aja.
Dari sekian banyak diving site di Indonesia, kenapa Labuan Bajo dipilih sebagai lokasi shooting?
Ini karena karakter Labuan Bajo yang unik, ya. Kalau Bali itu kan udah mainstream, udah banyak banget di-capture orang, baik itu untuk film, dokumenter, atau video klip. Sedangkan Labuan Bajo masih tergolong jarang diangkat.
Menurut saya Labuan Bajo juga aksesnya cukup terjangkau. Kalau dibanding Raja Ampat misalnya, itu kan jaraknya jauh dan mahal. Atraksi di Raja Ampat juga surga bawah lautnya kan, dan itu terbatas untuk diver aja.
Tapi serunya kalau di Labuan Bajo, orang-orang yang nggak diving pun bisa ikut menikmati. Mereka bisa jalan-jalan ke Pink Beach, Pulau Padar, Pulau Kelor, Gili Lawa, banyak deh pokoknya. Jadi di Pulau Komodo ini kita bisa sharing dengan lebih banyak orang.
Selain tempatnya bagus, masyarakat Labuan Bajo juga terbuka dan toleran, jadi suasananya nyaman untuk wisatawan luar yang punya budaya berbeda. Dan karena belum terlalu ramai, mungkin sekarang ini Labuan Bajo seperti Bali di tahun 80-an.
Dive spot favorit di Labuan Bajo?
Banyak! Saya suka Pulau Sabolon karena arusnya nggak begitu deras. Batu Bolong, Manta Point, Gili Lawa juga enak. Semua dive spot di sini bagus-bagus sih, tapi memang tantangannya itu arus. Jadi kita nggak bisa diving sambil berenang-berenang cantik kayak di Bali. Menurut saya butuh keberanian lebih untuk menyelam di Komodo.
Harapan untuk Labuan Bajo?
Untuk ke depannya, saya berharap masyarakat lokal dan wisatawan dari luar bisa lebih sadar untuk menjaga kebersihan.
Kemarin waktu kita buat acara Trash Hero, dalam 2 jam aja kita bisa mengumpulkan berkarung-karung sampah. Kalau kebiasaan buang sampah seperti ini bertahan terus, lama-lama laut akan kotor dan rusak. Dan kalau sudah rusak, orang nggak akan mau datang ke sini lagi.
Jadi harapan saya itu aja sih. Mengingat Labuan Bajo sangat bagus, ini harus kita lestarikan bareng-bareng. Usahanya bisa dimulai dari diri sendiri, mulai dari ngga buang sampah sembarangan dan mengurus sampah pribadi. Kalau sudah bisa mengajak orang lain untuk sadar kebersihan, itu lebih bagus lagi.
Tempat lain yang ingin dikunjungi?
Ada banyak tempat di Indonesia yang belum pernah saya datangi. Tapi menurut saya, kawasan Indonesia Timur itu lebih menarik daripada Indonesia Barat. Mulai dari mataharinya, lautnya, sampai ke masyarakat lokalnya.
Tapi sayang Indonesia Timur itu susah dijangkau karena soal infrastruktur. Saya pengen banget ke Teluk Cenderawasih di Nabire, yang jadi habitat Hiu Paus dan Hiu Belimbing. Tapi untuk ke sana itu transportasinya masih susah. Setahu saya di sana juga belum ada penginapan.
Apa rencana proyek film selanjutnya?
Saya sempat dihubungi pihak Taman Nasional Takabonerate, Kepulauan Selayar, untuk rencana membuat film di sana.
Kalau memang jadi, filmnya pasti akan berbeda dengan Labuan Hati. Soalnya setahu saya di Selayar itu suasananya syariah. Jadi nggak mungkin kita buat film yang isinya orang pakai bikini. Dari segi cerita dan penampilannya pasti akan berbeda, semua harus disesuaikan sama daerah dan masyarakatnya.
Reporter: Lucia Kusolo
Foto: @lola.amaria