Meski Pandemi, Minat Penyelam Mancanegara ke Indonesia Masih Tinggi

Ilustrasi: Penyelam mengamati keindahan bawah laut di Maumere, Nusa Tenggara Timur (Foto: SDAAI/Hendra Tan)
Meski pandemi belum kunjung usai, minat wisatawan mancanegara untuk melakukan perjalanan wisata selam ke Indonesia diproyeksikan masih tinggi. Proyeksi ini didasarkan pada hasil survei wisata selam terbaru dari Scuba Diver Australasia Indonesia (SDAAI) yang dilakukan pada Maret 2021.
SDAAI melakukan survei terhadap 30 operator selam yang tersebar di wilayah Jabodetabek, Bali, Maratua, Kendari, Manado, Wakatobi, dan Papua Barat. Survei dilakukan melalui kuesioner online yang disebarkan oleh anggota Perkumpulan Usaha Wisata Selam Indonesia (PUWSI). Sekitar 87% operator yang terlibat dalam survei ini memiliki pangsa pasar wisatawan selam mancanegara dari kawasan Asia, Australia, Eropa, serta Amerika Serikat.
Dari survei tersebut, diketahui bahwa sejak awal pandemi tahun 2020 sampai sekarang, ternyata ada lebih dari 2.500 pesanan trip wisata selam dari pasar mancanegara yang dijadwalkan ulang (rescheduled) dan tidak dibatalkan (canceled) meski perjalanan internasional ditutup.
Penjadwalan ulang pesanan dari pasar mancanegara terjadi di berbagai destinasi selam unggulan Indonesia seperti Kepulauan Seribu, Bunaken, Lembeh, Likupang, Banda Neira, Bali, Wakatobi, dan terutama Raja Ampat.
Hal ini menunjukkan bagaimana industri wisata selam Indonesia memiliki harapan besar untuk bangkit begitu izin perjalanan internasional kembali dibuka.
“Paket wisata selam perlu terus dikampanyekan agar wisatawan melakukan reschedule, not cancel,” jelas Arief Yudo Wibowo selaku Managing Editor SDAAI yang menggelar survei ini.
“Kampanye ‘reschedule, not cancel’ terutama perlu dilakukan untuk destinasi yang masih sulit diakses, serta untuk paket-paket wisata selam yang banyak diminati,” lanjutnya.
Sayangnya, kendati memiliki harapan besar, saat ini industri wisata selam masih menghadapi permasalahan terkait modal usaha. Menurut survei, mayoritas operator selam Indonesia membutuhkan modal di kisaran Rp100 juta-Rp500 juta untuk menutup hutang operasional usaha selama masa pandemi, sekaligus untuk melayani pesanan trip wisata yang dijadwalkan ulang.
“Dibutuhkan investasi atau bantuan modal agar operator wisata selam bisa beroperasi kembali. Kita semua masih menunggu terobosan dan kebijakan pemerintah agar industri ini dapat survive dan pulih,” jelas Arief.
“Penerapan CHSE juga harus terus dipromosikan, dengan disertai bimbingan teknis serta program monitoring dan evaluasi sebelum border perjalanan internasional dibuka kembali,” pungkasnya.