Misteri Kapal Karam di Laut Nusantara

    (Foto: Tagulandang Wreck, Kep. Siau, Sulawesi Utara – Hendra Tan – SDAAI 2015)

     

    Sejak dulu, wilayah Nusantara dikenal sebagai salah satu jalur pelayaran penting dunia. Mungkin kita tidak akan tahu persis sejak kapan sejarah itu bermula. Tapi menurut catatan dari Museum Nasional Indonesia, setidaknya sejak abad ke-7 Masehi berbagai kepulauan Nusantara sudah banyak didatangi oleh pedagang Eropa.

    Di era tersebut, seluruh arus transportasi global dilakukan lewat jalur laut. Baik itu kapal dagang maupun kapal perang, semuanya bisa dipastikan sering lalu-lalang di perairan Nusantara. Tapi tidak semua kapal mampu berlayar dengan mulus. Banyak pula kapal yang terkena celaka dan tenggelam di tengah perjalanan.

     

    Kuburan Kapal-Kapal Nahas

    Menurut catatan East India Company (EIC), selama abad ke-16 sampai abad ke-18 saja ada sekitar 7.000 kapal Inggris yang berlayar ke lautan Nusantara dan tidak berhasil pulang kembali. Sebagian besar dari kapal tersebut dinyatakan karam bersama muatannya, entah itu disebabkan hantaman badai ataupun karena serangan perompak dan kapal musuh.

    Nasib serupa juga banyak terjadi pada kapal-kapal milik Belanda, Portugis, Amerika, Jerman, Perancis, Belgia, Cina termasuk kapal tradisional milik suku-suku Nusantara sendiri. Kalau semuanya ditotalkan, menurut data UNESCO ada sekitar 20.000 kapal yang karam dan hilang di lautan kita.

    Pada akhirnya angka-angka tersebut memang sulit diverifikasi. Tapi yang jelas, setelah berabad-abad menjadi jalur pelayaran dan perniagaan dunia, wajar saja jika perairan Indonesia yang sangat luas itu menjadi “kuburan” bagi banyak kapal nahas.

     

    (Foto: www.commons.wikimedia.org)

     

    Menunggu Kehadiran Archaeologist Diver

    Terlepas dari dokumen sejarah yang dimiliki negara-negara lain, pemerintah Indonesia sendiri mengklaim bahwa saat ini ada 463 titik kapal karam yang sudah berhasil dipetakan di seluruh Nusantara. Dari jumlah itu baru sekitar 50 titik yang disurvey, dan 10 situs di antaranya sudah diangkat ke darat.

    Artinya, masih ada sekitar 400 kapal karam yang terendam di bawah lautan dan terselubung misteri. Apakah kapal-kapal itu berisi harta karun kuno, atau menyimpan kisah masa lalu yang mengejutkan, belum ada seorang pun yang tahu.

    Seandainya situs-situs tersebut bisa digali dan diungkap, tentu ini akan menjadi aset berharga bagi Indonesia. Selain bisa menjadi sumber data bagi kajian sejarah dan kebudayaan dunia, bangkai-bangkai kapal itu juga bisa diolah menjadi destinasi shipwreck diving yang sangat menarik dan bernilai ekonomis.

    Hanya saja, hal tersebut nampaknya masih sulit diwujudkan. Selain membutuhkan biaya dan teknologi tinggi, penelitian situs kapal karam juga memerlukan banyak sumber daya manusia yang ahli di bidang maritime archaeology, khususnya dalam underwater archaeology dan nautical archaeology. Sedangkan pada kenyataannya, penyelam profesional yang menguasai maritime archeology itu masih sangat langka di Indonesia.

    Dengan begitu, mari kita berharap agar ke depannya akan lahir banyak archaeologist diver yang mampu menguak misteri ratusan kapal karam di Indonesia. Selain bisa menambah situs shipwreck diving untuk kepentingan pariwisata, diharapkan para penyelam ilmuwan ini juga bisa memperkaya pemahaman kita tentang sejarah dan kebudayaan Nusantara, bahkan dunia. Semoga!

     

    <span class="icon-user"></span>

    Adi Ahdiat

    Facebook comments

    Website comments