Puteri Duyung Dari Ambon

    Lukisan Puteri Duyung karya Samuel Fallours. (Gambar: www.commons.wikimedia.org)

     

    Di abad ke-18, jauh sebelum teknologi underwater photography diciptakan, para petualang bawah air “memotret” mahluk laut dengan cara melukisnya.

    Pada masa itulah Samuel Fallours hidup. Selama enam tahun bertugas di Ambon, tentara Belanda ini rajin melukis berbagai biota yang ia temui di perairan sana.

    Tapi ternyata bukan hanya ikan, udang, atau kepiting saja. Fallours juga mengaku pernah bertemu puteri duyung, lalu mengabadikan rupa sang puteri di jurnal pribadinya.

    Apakah itu kenyataan, atau khayalan Fallours semata?

     

    Menyelami Lukisan Samuel Fallours

    Awalnya, Samuel Fallours bekerja sebagai tentara Vereenjgde Oostindische Compagnie (VOC) dan berumah di Batavia. Lalu tahun 1706 ia dikirim ke Ambon untuk jadi pembantu pendeta merangkap petugas kesehatan. Sejak saat itulah Fallours memulai karier “fotografi bawah laut”-nya.

    Selama tinggal di Ambon, Fallours banyak mengeksplor wilayah perairan dan menggambar setiap hewan laut yang ia temui. Hasilnya, pada tahun 1712 ia sudah mengumpulkan sekitar 460 gambar berbagai jenis biota mulai dari ikan, kepiting, sampai udang-udangan. Kumpulan gambar itu kemudian dibukukan oleh koleganya yang bernama Louis Renard dan dicetak di Belanda pada tahun 1719.

     

     

     

    (Beberapa contoh gambar biota laut Samuel Fallours)

     

    Setelah dicetak, buku kompilasi gambar Fallours ternyata laku di pasaran Belanda. Para kolektor dan bangsawan menganggap karya Fallours ini eksotis, unik, dan menarik karena menampilkan banyak mahluk laut yang tidak ada di perairan Eropa.

    Namun demikian, karya ini mengundang kecurigaan di kalangan marine biologist. Menurut para ilmuwan, gambar-gambar Fallours kurang objektif, terlalu imajinatif, hingga sulit dijadikan pedoman bagi ilmu pengetahuan.

    Misalnya saja, Fallours melukis ikan lepu tembaga dengan warna cerah. Tubuhnya pun digambarkan memiliki corak aneh yang mirip angka “9“. Padahal, tubuh ikan ini aslinya berwarna gelap dan tidak memiliki corak tertentu.

     

    (Ikan Lepu Tembaga, dalam Anugerah Nontji, Pelukis Biota Laut Yang Imajinatif Dari Ambon, Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, 2017)

     

    Fantasi serupa juga muncul dalam potret ikan tangkur buaya versi Fallours. Ikan yang aslinya berwarna coklat polos ini malah dilukiskan menjadi warna-warni. Tubuhnya pun digambar dengan cukup aneh, seperti terbuat dari anyaman benang wol.

     

    (Ikan Tangkur Buaya, dalam Anugerah Nontji, Pelukis Biota Laut Yang Imajinatif Dari Ambon, Pusat Penelitian Oseanografi LIPI, 2017)

     

    Melihat gambar-gambar ikannya yang tidak akurat dan banyak bercampur fantasi, komunitas ilmuwan lantas menilai karya Fallours sebagai karya artistik, bukan saintifik. Karena itu pula, potret puteri duyung yang dibuat Fallours akhirnya dianggap tidak nyata, sebatas khayalan atau ekspresi seni semata.

    Mungkin saja sosok puteri duyung yang dijumpai dan digambar Fallours itu sebenarnya adalah gadis Ambon biasa, yang kebetulan suka berenang di pantai sana. Siapa tahu?

     

     

    (Foto: www.commons.wikimedia.org)

    <span class="icon-user"></span>

    Adi Ahdiat

    Facebook comments

    Website comments