Selam Untuk Disabilitas
Seorang perempuan berkursi roda, melayang-layang di bawah laut dengan mulut penuh gelembung udara. Apakah ini lukisan surealis?
Tentu saja bukan. Gambar ini sepenuhnya kenyataan. Bagi Anda yang belum tahu, perempuan ajaib di foto itu adalah Sue Austin, seorang seniman multimedia penyandang disabilitas yang getol membuat kampanye kreatif tentang disability rights.
Semua ini berawal dari tahun 1965, ketika Sue di usianya yang ke-31 tiba-tiba terkena penyakit yang membuat kedua kakinya lumpuh. Sue yang tadinya bisa berjalan dan berlari, kemudian terpaksa harus duduk dan terbelenggu di kursi roda. Sejak saat itulah hidupnya berubah total.
Sejak menjadi penyandang disabilitas, Sue merasa ada begitu banyak kebebasan yang terenggut dari dirinya. Ia terpaksa mengakses dunia dengan cara yang berbeda. Dan yang paling menyakitkan, Sue juga sering dianggap tak ada.
Padahal, di luar ketidakmampuannya untuk berjalan kaki, Sue tetaplah manusia yang sama, manusia yang memiliki cita-cita dan harapan sebagaimana orang kebanyakan. Oleh karena itu, Sue kemudian berniat membuat kampanye untuk menegaskan pada dunia bahwa kaum disabilitas berhak merasakan petualangan hidup seperti halnya orang-orang “normal”. Dan hasilnya, seperti yang bisa kita lihat sekarang, Sue berhasil melakukan itu semua.
Di tahun 2012 Sue membuat artwork video bertajuk Freewheeling. Dalam video tersebut Sue menunjukkan bagaimana dirinya mampu berenang di antara karang dan ikan-ikan, menyelam dan menjelajah lautan seperti layaknya orang-orang tanpa disabilitas. Atas keberhasilannya membuka mata dunia, karya Sue ini diganjar penghargaan oleh The London Organising Comitee for the Olympic and Paralympic Games.
Lihat langsung videonya di tautan berikut:
(Video: Youtube/Norman Lomax)
Kalau dirunut sejarahnya, keberadaan disabled diver sama sekali bukan hal baru di dunia selam. Menurut catatan resmi dari Handicapped SCUBA Association (HSA), program kegiatan selam untuk disabilitas telah ada sejak tahun 1981 di University of California Irvine, Amerika Serikat. Di samping mengajarkan teknik selam kepada penyandang disabilitas, program ini juga mengajarkan teknik adaptive buddy system bagi orang-orang “normal” yang ingin jadi penyelam pendamping.
Sampai sekarang, klub-klub selam yang terbuka untuk disabled diver sudah semakin banyak dan berkembang. Saat ini kita mengenal ada Diveheart, Disabled Divers International (DDI), International Association for Handicapped Divers (IAHD), dan lain-lain. Meski mengusung bendera yang berbeda, pada dasarnya klub-klub tersebut memiliki visi dan misi yang sama, yakni berbagi kegembiraan serta keindahan dunia bawah laut bersama penyandang disabilitas.
Sebenarnya komunitas disabled diver juga sudah marak di berbagai belahan dunia, mulai dari Inggris, Panama, Spanyol, Portugal, Belanda, Swedia, Malaysia, dan banyak lagi lainnya. Hanya saja, di Indonesia kita memang masih jarang mendengar keberadaan klub-klub selam yang ramah disabilitas seperti ini.
Kalau Anda punya infonya, jangan ragu untuk berbagi ya!
(Foto: www.wearefreewheeling.org.uk)