Usaha Wisata Keberlanjutan Perlu Menjadi Perhatian

    Industri pariwisata di Indonesia terus meningkat, yang diikuti dengan perkembangan investor usaha wisata. Maka untuk ini diperlukannya kesinambungan agar wisata di Indonesia semakin maju. Namun, tanpa merusak alam yang sudah ada. Sebab, jika hal ini tidak diimbangi dan hanya memikirkan sisi ekonomi, maka nantinya dapat berdampak buruk pula pada kelestarian lingkungan.

    Hal ini seperti yang dikatakan Beginner Subhan selaku akademisi, “wisata ini sangat menarik dan perkembangan wisata semenjak transportasi dan informasi yang mudah, membuat perkembangannya sangat cepat. Sehingga kini banyak kegiatan-kegiatan marine tourism. Bagi ekonomi ini sangat menguntungkan dan menggerakan ekonomi masyarakat nusantara. Namun, ditakutkan ini tidak keberlanjutan, sebab diharapkan untuk sustainability. Ada juga beberapa penelitian secara global dengan konservasi karang, misalnya saat ini banyak penyakit karang sehingga ini berdampak pada penurunan terumbu karang nantinya.”

    Ini sejalan dengan visi Pemerintah yang ingin industri wisata bahari tak hanya meningkat, tetapi harus berkelanjutan. “Visi misinya adalah keberlanjutan. Wisata bahari akan berkembang apabila destinasi dan objek wisatanya menarik, baik dalam maupun luar negeri,” ujar Agus Dermawan selaku Sesditjen Pengelolaan Ruang Laut – KKP.

    Keberlanjutan lingkungan memang sangat penting. Ketika banyak wisatawan yang datang, maka banyak juga yang menggunakan sumber daya alam dan sebagainya. Hal ini tentu berdampak pada tempat tersebut, seperti sampah dan hasil aktivitas lainnya. Beginner menambahkan, “Beberapa lokasi terancamnya bukan karena aktivitas manusia di lautnya, tapi karena ada munculnya rumah-rumah homestay yang limbah-limbahnya tidak dikelola sehingga perlu adanya regulasi. Agar tata kelola air tidak langsung masuk ke laut.”

    Kerusakan-kerusakan tersebut sebenarnya dapat kita kurangi jika merencanakan jauh ke depan. Misalnya, Subhan berpesan untuk menjadi responsible tourism agar wisatanya berkelanjutan. Memiliki wisata yang ramai pengunjung memang memberikan keuntungan ekonomi, namun hal ini perlu ditinjau lebih jauh. Perlu dipikirkan kembali dampak-dampak yang akan muncul dengan banyaknya wisatawan yang datang jika tanpa adanya pembatasan.

    Jhonnie Sugiarto selaku pengusaha pariwasata sependapat terkait pentingnya pembatasan wisatawan untuk wisata berkelanjutan, “dampaknya dengan adanya pembatasan wisatawan, saya kira justru harus dibatasi jika ingin sustainable karena jika terus menerus nantinya akan rusak. Misal, sesesorang membayar mahal dan mendaftar dalam beberapa tahun sebelum itu justru akan memberikan pengalaman yang berharga bagi mereka dan tidak terlupakan. Jadi, caring capacity penting untuk dilakukan.”

    Mengetahui hal tersebut, sebaiknya di Indonesia mulai lebih mendapatkan perhatian lebih demi tercapainya wisata berkelanjutan. Seperti yang disampaikan Beginner, “selama ini memang lebih banyak melihat kapasitas ruang. Maka yang perlu ditambahkan sebenarnya adalah informasi tadi dampak itu, memang sulit karena dampak ini kan semacam prediksi. Seperti berapa orang, berapa lama, kemudian aktivitas apa yang bisa dilakukan di sana,” ujarnya. Sebagai contoh, ia menambahkan bahwa di Barat sudah ada pembatasan untuk wisatawan. Tujuannya untuk menjaga lingkungan wisata agar tetap stabil dengan mengurangi penggunaan yang berlebihan.

    Berbicara mengenai jumlah wisatawan yang datang, masih diperlukan dukungan lebih dari masyarakat untuk mencintai wisata bahari di Indonesia. Jhonnie mengatakan, “jadi bagaimana agar bisa mendorong masyarakat bisa main ke laut. Kita negara kepulauan tapi banyak yang tidak bisa berenang. Saya pikir perlu ada dorongan agar masyarakat lebih tertarik main ke laut. Sehingga dari angka empat juta bisa menjadi empat puluh juta. Marine tourism dari dulu sudah mencari investor padahal pasar di luar negeri besar, jadi susah untuk kita jualan. Misal dari Jepang banyak diver, tapi mungkin hanya dikit yang ke Indonesia karena masih kurangnya regulasi terkait tata ruang. Saya bersyukur regulasi sedang dibuat.”

    Ia juga meyakini jika tata ruang baik, tata kelola baik, ia percaya dapat memajukan marine tourism dan meningkatkan wisata di Indonesia. Maka untuk ini diperlukannya regulasi-regulasi dari Pemerintah. Agus menambahkan, “lebih mudah membangun infrastruktur pariwisata daripada membina masyarakat. Namun, kami tidak pernah lelah untuk terus menginformasikan. Jadi, lebih mengkhawatirkan jika masyarakat belum siap.”

    Agus juga menyampaikan bahwa Pemerintah Daerah masih belum banyak memiliki regulasi bahari. Seharusnya pemerintah pusat juga dapat mencakup daerah. Menurutnya izin lokasi usaha penting agar tidak terjadi konflik, tapi nyatanya masih belum maksimal. Aspek regulasi yang harus dimiliki oleh daerah, serta peruntukannya untuk apa sehingga tidak muncul masalah jika satu tempat terdapat berbagai usaha. Tujuannya sebagai dasar untuk pengelolaan wisata. Salah satu daerah yang telah menerapkannya ialah Nusa Tenggara Barat (NTB). Chairul Mahsun selaku Staf Ahli Gubernur NTB menyatakan sudah ada lima belas kawasan yang harus dikembangkan dan sudah semua.

    Agus menambahkan, “di NTB sudah banyak atraksi mangrove, bisa belajar tentang ekosistem mangrove. Tetapi jika banyak plastik itu kan mengurangi wisatawan untuk datang,” ujarnya. Jadi, hal ini kembali lagi pada usaha berkelanjutkan untuk terus menjaga kelestarian lingkungan. Tentunya harus direncanakan dan dilakukan melalui regulasi-regulasi yang dicanangkan.

    Menteri Kelautan dan Perikanan mengeluarkan Undang-Undang untuk izin lokasi dan izin pengelolaan. UU ini berisi bahwa setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang dari sebagian Perairan Pesisir dan pemanfaatan sebagian pulau-pulau kecil secara menetap wajib memiliki Izin Lokasi. Izin Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar pemberian Izin Pengelolaan, yaitu UU No. 1 Tahun 2014 Pasal 16 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Kemudian, UU. 32 Tahun 2014 Pasal 47 berisi bahwa setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang Laut secara menetap di wilayah perairan dan wilayah yurisdiksi wajib memiliki izin lokasi.

    “Kita harus menyiapkan supaya tidak ada konflik baik tata ruang di darat maupun tata ruang di laut,” ujar Chairul. Jadi, diharapkan dengan adanya regulasi ini dapat berjalan secara maksimal untuk keberlanjutan wisata. Selain menjaga lingkungan agar tetap seperti semestinya, ini juga bertujuan untuk nilai ekonomi yang berlanjut. Maka diperlukan kerja sama dari berbagai pihak terkait, baik pengusaha wisata, pemerintah, dan masyarakat.

     

    <span class="icon-user"></span>

    Gita Hardiyanti

    Editor Secretary

    Facebook comments

    Website comments