Era Hiu
Teks oleh Brendon Sing/Shark Guardian
Foto oleh berbagai kontributor
“Merupakan salah satu mahluk hidup tertua di Bumi, tanpa diragukan lagi hiu adalah hewan yang paling dapat beradaptasi di planet ini.”
Sejarah dan evolusi hiu berawal dari masa lalu, tapi mari kita definisikan “masa lalu”, karena frase tersebut kurang jelas definisinya. Jadi begini: Dinosaurus hidup di era Mesozoikum, kira-kira 245 juta tahun yang lalu. Sedangkan hiu, sudah hidup di lautan sekitar 200 juta tahun sebelum masa dinosaurus! Hiu merupakan salah satu mahluk hidup tertua yang ada di planet ini. Bagaimana kita dapat mengetahuinya atau membuktikannya? Melalui rekaman fosil.Menariknya, fosil hiu sangatlah langka karena hiu sebagian besarnya terdiri dari tulang rawan, dan tulang rawan sudah hancur terlebih dahulu sebelum menjadi fosil. Karena itu, kebanyakan fosil hiu berasal dari gigi, duri sirip, dan sisik prasejarahnya. Dari sisa tersebut, kami mampu mengumpulkan gambaran yang cukup baik dari hiu yang menghuni lautan kuno.
CLADOSELACHE
Para ilmuwan mempelajari fosil hiu berumur 400 juta tahun dari Cleveland, Ohio, menemukan bahwa spesimen tersebut ternyata milik hiu kuno Cladoselache sepanjang 1,2 meter. Sebagai salah satu spesies hiu pertama, Cladoselache sedikit berbagi kesamaan karakteristik dengan hiu masa kini. Mereka memiliki celah insang dan tubuh berbentuk torpedo, tapi hiu Cladoselache tidak mempunyai sisik placoid yang menutupi kulit mereka (juga dikenal sebagai dentikel kulit), sementara di hiu masa kini dapat memberikan perlindungan tambahan dan bantuan dalam berenang. Cladoselache juga tidak memiliki clasper, struktur anatomi jantan yang digunakan dalam perkawinan yang terdapat pada hiu dan pari masa kini. Tidak diketahui bagaimana cara mereka bereproduksi. Tetapi tidak adanya clasper atau dentikel kulit tidak menghambat kelangsungan hidup mereka, karena hiu Cladoselache telah hidup di lautan selama 100 juta tahun.
STETHACANTHUS
Stethacanthus merupakan hiu prasejarah yang hidup 345 hingga 280 juta tahun yang lalu. Hiu berukuran 60-70 centimeter ini lebih menyukai berenang di perairan dangkal dan hangat. Hiu Stethacanthus memiliki sirip punggung yang mengagumkan, yang letaknya sama dengan sirip punggung hiu masa kini, tapi atasnya datar dan dipenuhi sisik besar. Ilmuwan kurang mengetahui apa kegunaan dari sirip punggung ini. Ada yang mempercayai bahwa penutup kepala ini digunakan untuk menghalau predator yang lebih besar dan untuk melindungi Stethacanthus dari luka akibat serangan, sama seperti tonjolan pada horn shark masa kini.
MEGALODON
Dari 16 juta hingga 2,6 juta tahun yang lalu, megalodon menguasai perairan di Bumi. Para peneliti telah menemukan bahwa mereka memiliki banyak kesamaan fisik dan perilaku dengan great white masa kini. Walaupun ukuran yang sebenarnya masih dalam diskusi, megalodon diperkirakan berukuran 12 hingga 21 meter. Gigi megalodon telah ditemukan di Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, India, Australia, Jepang, dan Eropa. Dipercaya mereka memangsa paus dan mamalia laut lainnya. Mengapa megalodon punah masih menjadi misteri. Sebagian mengatakan bahwa hiu ini berenang di perairan hangat, dan menurunkan suhu laut bisa
jadi penyebab kepunahan mereka. Penjelasan lainnya yang masuk akal adalah mangsa mereka bermigrasi ke lautan dingin atau bahkan telah menghilang. Walaupun megalodon diperkirakan telah punah 2,6 juta tahun yang lalu, tapi ia masih dianggap sebagai “hiu modern”.
EVOLUSI HIU
Cladoselache dan Stethacanthus merupakan dua tipe hiu yang ada para periode Devonian 419 hingga 359 juta tahunyang lalu, berdasarkan morfologi dan perilaku hiu masa kini, mereka adalah bukti bahwa predator ini berevolusi pesat dari waktu ke waktu. Hiu masa kini semuanya memiliki gigi seperti dentikel kulit yang menutupi kulit mereka, dan rangka dari tulang rawan. Tambahannya, sirip dan insang yang dimiliki hiu masa kini, semua relatif sama. Sementara sekelompok hiu kuno berevolusi menjadi pari dan skate, hiu masa kini tidak mengalami perubahan yang berarti selama 140 juta tahun.
(Baca selengkapnya di majalah Scuba Diver AustralAsia Indonesia edisi 3/2015)